lesbumi-nu.net | “Agama dan budaya kami adalah beragam. Kami menolak untuk dijadikan seragam oleh kekuatan apapun. Dengan demikian, setiap umat beragama yang sekaligus adalah warga negara terpanggil untuk merayakan keragaman dengan penuh kegembiraan dan syukur.” Suara Jull Takaliuang lantang terdengar saat membacakan Komitmen dan Pesan Perdamaian dalam Festival Keragaman Gerakan Cinta Damai Sulawesi Utara (Sulut) yang diselenggarakan di Auditorium Universita Sam Ratuangi (Unsrat) Manado, Sabtu (9/12/2017).
Dalam kegiatan yang diselenggarakan atas kerja sama organisasi-organisasi Lintas Agama dan Unit Kerja Presiden Pembinaan Ideologi Jull selaku Ketua Komisi Daerah (Komda) Perlindungan Anak Sulut, mengatakan bahwa Gerakan Cinta Damai Sulut menegaskan lagi kepada setiap orang, kepada para pemimpin agama dan adat, kepada pemerintah dan kepada siapapun yang mau menerima dan memberlakukan secara sadar nilai-nilai dalam kehidupan bersama tentang hakekat dan tanggung jawab masing-masing agama dan budaya.
Jull mengungkapkan, agama dan budaya setiap warga negara Indonesia mengandung nilai-nilai dan spiritualitas luhur untuk membela kehidupan, memperjuangkan keadilan, kesetaraan dengan kasih dan damai.
“Dengan demikian setiap umat beragama haruslah menolak kebencian, kekerasan, ketidakadilan, dan penistaan kemanusiaan serta ekologis,” jelasnya.
Melalui Gerakan Cinta Damai Sulut, lanjutnya, masyarakat Sulut merefleksikan kembali hakekat negara dan hidup bernegara. Negara serta penyelenggarannya berkewajiban mengelola kekuasaan untuk kebaikan bersama. Menjamin hak-hak setiap warga negara dengan tidak membeda-bedakan berdasarkan agama, asal usul, ras, budaya, gender, orientasi seksual dan kelompok.
Agama-agama serta setiap komunitas budaya dan negara, kata Jull, memiliki tanggung jawab untuk menolak secara tegas segala bentuk kekuatan, yaitu ideologi agama, kekuasaan politik dan ekonomi yang eksploitatif dan hegemonik serta rasisme yang sedang dan berpotensi menghancurkan kehidupan bersama yang beragam.
“Gerakan Cinta Damai yang datang dari berbagai komunitas keagamaan dan budaya serta komunitas sosial di Sulut, menyatakan komitmen, Satu, menolak segala bentuk kekerasan, baik yang berdasarkan sentimen agama, budaya, gender maupun orientai seksual. Dua, berkomitmen dan bersatu hati dalam memperjuangkan perdamaian, keadilan dan lingkungan hidup yang lestari,” seru Yull.
Menariknya, seusai pembacaan komitmen tersebut, para peserta dituntun Ketua Lesbumi Sulut Taufiq Bilfagih, menyenandungkan sholawat Nabi diiringi lagu puji pujian Haleluya. Nuansa penutupan itu pun terasa khidmad.
zonautara.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar