Gus Mus: Sekarang Ini Orang Punya Duit, Berwibawa Sekali


“Sekarang ini, kalau kata Kiai Masdar Farid Mas‘udi, syuriyah PBNU, orang yang punya duit tampak berwibawa sekali,” ujar Kiai A. Musthofa Bisri, Wakil Rais Aam PBNU saat menjadi pemrasaran dalam acara Majelis Musayawarah Nasional Film Indonesia di Lt. 8 Gedung PBNU, Kamis (12/4).

Praktik ‘ekonomi sebagai panglima’ kini berlaku. Perilaku ini bukan tanpa ekses. Pengaruhnya terhadap mental masyarakat sangat terasa. Mereka tak lagi percaya diri dengan modal rohani dalam dirinya. Tafsiran ekonomi hanya digiring ke arah material belaka. Ujungnya, material adalah kiblat dunia masyarakat Indonesia. Masyarakat membungkuk-bungkuk di bawah selera para pemegang aset material.

Kiblat ekonomi berjalan selama 32 tahun Orde Baru. Ekonomi menjadi motif perilaku kebudayaan nasional. Ekonomi menguasai arah angin kebudayaan keseharian masyarakat. Kekuasaan ekonomi sanggup menggerakkan tangan politik, militer, seni, dan budaya untuk berjalan sesuai pesanan.

Motif ekonomi Orde Baru sangat berlainan dengan perilaku ‘politik sebagai panglima’ Orde Lama. Kepentingan politik mendasari segala aktivitas masyarakat di era Orde Lama. Aspek kesenian dan kebudayaan, masuk di dalamnya. Saat itu, materi tak memiliki wibawa sebesar kini.

Namun, usai jatuhnya Orde Lama, politik dicopot dari jabatan panglima. Orde Baru melantik ekonomi sebagai panglima baru. Dari sini, wibawa dan pengaruh materi naik ke langit ke tujuh. Pengaruhnya merambah ke ranah politik, ekonomi, sosial, budaya, pendidikan, dan termasuk kesenian.

Dunia perfilman nasional, bukan wilayah pengecualian. Dunia film sangat bergantung pada para pemilik modal. Ketika modal berkuasa, nilai dan pandangan-pandangan luhur tak lagi menjadi perhatian. Film takluk di bawah kaki para pemilik modal. Aspek ‘jualan’ sangat dikedepankan. Unsur pendidikan yang konstruktif tak lagi menjadi kandungan utama dalam seni pertunjukan film.

Sementara, Pak Djamaludin Malik, Asrul Sani, dan Usmar Ismail memiliki kepedulian penuh untuk mendidik masyarakat menjadi cerdas lewat film. Kalau ingin menghibur, mereka membuat film yang benar-benar menghibur masyarakat misalnya film Darah dan Doa. Karenanya, setelah menonton, masyarakat mendapat kesegaran tanpa kehilangan unsur pendidikannya, tambah Gus Mus.

Acara Majelis Musyawarah Film Nasional ini dihadiri lebih 40 peserta dari pelbagai latar belakang berbeda. Mereka adalah sejumlah pengurus PBNU, para sineas Indonesia, aktor, pengamat perfilman Nasional, Parfi, perwakilan pemerintah dalam perfilman.




http://www.nu.or.id

Tidak ada komentar:

Pages